Postingan 8 Januari 2015
Saat kami pidah ke Norfolk, Virginia, Sofie berumur 7 tahun. Sudah sempat sekolah selama satu semester di kelas 1 MI Muhammadiyah Banyuwangi. Kami sempat ragu, akankan Sofie bisa masuk sekolah di sini atau homeschooling saja?
Dengan berbagai pertimbangan kami mencoba memasukkan Sofie ke sekolah publik di sini. Kebetulan di dekat tempat tinggal kami ada sekolah publik yang reputasinya cukup bagus. Kira-kira 1,5 bulan sebelum kami datang, suami sudah ambil formulir sekaligus menanyakan persyaratan masuk sekolah. Ternyata syarat-syaratnya tidak banyak. Hanya mengisi formulir dan melengkapi imunisasi.
Nah, ini dia masalahnya. Sofie itu cuma ikut imunisasi dasar sampai usia 9 bulan. Setelah itu blas gak pernah imunisasi lagi. Di MI sempat mendapat imunisasi DPT dan campak. Padahal syarat masuk SD di sini, anak harus sudah imunisasi, DPT & DT (stlh 7th), Polio, Hib, MMR, Hepatitis B, Varicella (Campak) yang masing2 lebih dari 1 dosis dan harus ada yang diberikan di atas usia 4 th.
Jadilah selama di Banyuwangi aq mencari info tempat mendapat imunisasi tersebut dan Sofie medapat berbagai imunisasi sebelum berangkat ke US.
Tanggal 5 Januari kami ke calon sekolahnya Sofie. Namanya Larchmont Elementary School. Motonya home for leopard, jadi banyak gambar dan aksesoris leopard di sekolah.
Jam 8 kami berangkat, saat itu suhu 9 derajat celcius. Cuaca dingin tapi langit cerah. Matahari bersinat hangat. Karena mengira tidak terlalu dingin jadi kami tidak berjaket. Awalnya sih tidak apa-apa. Tapi lama2 wuihh dingin juga. Biar agak hangat kami berlari-lari kecil. Liliana di stroller dan didorong ayah.
Sampai di depan sekolah tampak anak2 berbaris. Sebagian didampingi ayah atau ibunya. Sapaan-sapaaan hangat terdengar, “Morning”…”Hi”…”Happy New Year”…Anak2 riuh saling berceloteh, “My new jacket….bla bla..good sweater..bla bla..wow frozen..bla bla..
Ada seorang ibu berkerudung yang sedang bercanda dengan anaknya. Hari itu Sofie memakai kaus dan tas Frozen. Beberapa anak terlihat tertarik dan menunjuk tas yang dipakai Sofie sambil berbisik pada temannya.
Tak berapa lama pintu dibuka. Seorang anak laki-laki berambut keriting dan anak perempuan berambut pirang berdiri di depan pintu. Mereka memakai selendang berwarna hijau muda sebagai penanda bahwa mereka menjadi petugas ketertiban. Anak-anak masuk dengan tertib berdasar kelasnya, dimulai dari kelas 1.
Kami menunggu semua anak masuk, setelah itu kami menuju kantor sekolah. Di kantor sekolah cukup ramai. Ada 5-6 anak bersama orangtuanya sedang mengurus sesuatu. Perempuan paruh baya, berambut pirang sebahu, memakai rok hitam dan sweater krem, tampak sibuk kesana kemari melayani para orangtua. Belakangan aku baru tau namanya Ms Kimball, office manager sekolah ini. Miss Kimball dibantu 2 petugas yang semuanya bermuka ramah.
Kami menyerahkan formulir dan menunggu dipanggil. Sembari menunggu aku duduk di depan pintu kantor sambil melihat-lihat suasana. Kantor itu terletak di sebuah lorong. Di ujung lorong berjejer kelas-kelas. Selama duduk di situ berulang kali kulihat anak-anak lewat, ada yang mengambil alat bantuan peraga, mengambil buku, juga mereka yang terlambat.
Oya anak-anak yang terlambat masuk harus mampir ke kantor sekolah untuk meminta surat pengantar. Biasanya Ms Kimball akan bertanya:
“What’s your name Sweeti?”
“Who is your teacher?”
Sambil menuliskan nama, kelas dan guru di kertas kecil berwarna putih yang lalu diberikan sama si anak yang terlambat itu Ms Kimball menanyakan hal-hal kecil, seperti gimana kabarmu, apakah pagi ini menyenangkan, dll.
Anak-anak yang bersekolah bermacam-macam, ada yang berkulit putih, hitam, kuning. Bermuka Asia, Chinesse, dll.
Di dinding lorong sekolah ditempel berbagai piagam penghargaan yang sudah dicapai sekolah. Di dinding yang lain terdapat kalender kegiatan sekolah (yang ditulis tangan dengan kapur tulis), foto kegiatan-kegiatan sekolah, dan semacam mading yang berisi berita seputar kegiatan siswa, guru dan orangtua. Sepertinya cukup menarik dan banyak kegiatan menyenangkan seperti hari buku, setiap anak diminta memakai aksesoris dari tokoh buku favoritnya, juga bazar dimana anak2 berjualan pizza untuk amal, field trip, dll.
Kata salah seorang teman yang sudan lama tinggal di sini, sekolah ini termasuk favorit. Banyak anak yang ingin masuk sekolah ini tapi karena domisili mereka tidak berada di area sini, mereka tidak bisa masuk. Ya, sekolah publik (seperti sekolah negeri di Indonesia) di sini berdasarkan area. Anak-anak yang bersekolah dipastikan tinggal di area yang tak jauh dari sekolah. Tapi kalau sekolah swasta siapa bebas masuk. Makanya mereka yang tak yakin degan kualitas sekolah publik di daerahnya biasanya memilih sekolah swasta.
Sekolah publik di Amerika gratis tis, sedangkan sekolah swasta membayar. Dan biasanya cukup mahal alias tidak terjangkau bagi mahasiswa PhD yang mengandalkan uang beasiswa seperti kami hehe..
Akhirnya tiba giliran kami..
Oh..ternyata imunisasi Sofie kurang 2 item yakni hepatitis B dan polio. Seorang guru memberikan catatan kecil buat kami sebagai pengantar imunisasinya Sofie di kantor Public Health.
Bersambung…
2 thoughts on “Masuk Sekolah di Amerika (1)”