Hari Pertama: Penuh Drama 🙂
Hari pertama diawali dengan serangkaian drama ☺ Supir gocar yg lupa isi kartu tol dan kehabisan bensin. Kena macet di tol karena ada kecelakaan. Baru pertama coba pindah destinasi ke stasiun Tambun (dan ternyata, bisa!). Mengejar kereta comuter ke Manggarai yang pas banget datang (kalau kami telat 5 menit aja, kami mesti nunggu kereta sejam kemudian dan mungkin akan terlambat mengejar pesawat).
Di kereta komuter, Ihsan muntah. Padahal jarang banget bocah itu mabuk. Untung tidak lama kemudian kami sampai Manggarai, segera mengejar kereta bandara. Hanya ada waktu 45 an menit, mesti nyebrang dan jalan kurang lebih 15 menit. Gak sempat beli makan (padahal Lili kelaparan), untung sempat makan roti dan air putih. Alhamdulillah kereta sepi, proses beli tiket dll berjalan lancar. Tak lama kami sudah duduk manis di kereta.
Kereta bandaranya sangat menyenangkan angkan. Bersih, rapi, cepat. Anak-anak senang sekali. Ihsan sudah ganti baju dan mengeksplorasi kereta dengan penuh semangat. Waktu sejam menuju bandara terasa sangat cepat. Tidak terasa kami sudah sampai.Turun dari kereta bandara, kami masih naik skytrain. Seneng, deh, bandara Soeta sekarang tidak beda dengan bandara2 besar dunia lainnya. Dari stasiun bandara naik skytrain ke terminal 2, check in bagasi, dan..akhirnya sempat juga makan siang. Usai makan siang, dah dipanggil naik pesawat. Baru sadar kalau kemungkinan sampai Bali dah waktu Magrib, kami memutuskan shalat di pesawat. Alhamdulillah penerbangan tepat waktu dan kami sampai bandara Ngurah Rai pas senja hari.Melakukan perjalanan selalu penuh kejutan. Apalagi bersama-sama krucil-krucil. Tak heran kalau banyak orangtua enggan karena kesannya repot dan capek. Tapi buat kami, ini salah satu ‘sekolah’ buat anak-anak. Mencoba aneka jenis transportasi, merasakan jalan kaki, jauh, capek, lapar yang artinya mesti berlatih sabar. Saling membantu, saling tenggang rasa kalau salah satu anggota keluarga sedih, capek, sakit. Saling menghibur mengusir kebosanan. Hal-hal itu yang bikin jalan-jalan seperti candu 😊 Belum selesai perjalanan yang ini, rasanya dah ingin merencanakan perjalanan yang akan datang 😀
Hari Kedua: Pantai Sanur
Hari kedua, aku dan anak-anak mengunjungi teman masa kecil sekaligus tetangga mepet rumah di Banyuwangi, Ida Nurjannah. Selama hampir 23 tahun kami hanya bertemu sesekali kalau pas kebetulan lebaran sama-sama pulang ke Banyuwangi. Tapi setiap lebaran aku selalu sempatkan mengunjungi Ibunya Ida di rumah beliau.Uniknya anak pertama Ida usianya hanya selisih 2 hari dengan Sofie. Anak kedua dia juga hanya selisih 6 bulan dengan Lili. Sebuah kebetulan yang tidak disengaja, orang kami nggak pernah janjian hamil, hehe.
Sesaat setelah bertemu, anak pertama Ida, Azka, sudah menunjukkan karakter yang luar biasa sebagai kakak. Dia menjemput kami di depan gang dan langsung menyambut Lili dan Ihsan. Selama kami berkunjung Azka juga sabar melayani Aufa, adiknya dan membantu ibunya ini dan itu. Saat kami bersiap ke Pantai Sanur, sore harinya, Azka tidak segan menuntun Lili dan Ihsan.
“Aku suka rambut Lili, bagus keritingnya,” ucap Azka.
Aku suka sekali dengan karakter bocah 11 tahun ini yang lugas tapi sopan. Sesekali dia bilang, “Aku tidak bisa bahasa Inggris, jadi nggak tahu mau ngomong apa.” ☺ Beberapa kali dia juga tanya arti beberapa kata dalam bahasa Inggris.
Kami menghabiskan kurang lebih 2 jam di rumah Ida, sebelum ke pantai Sanur. Bertemu teman lama selalu menyenangkan. Kami saling bercerita, tentang masa kecil, saat masih sekolah, perjuangan para lajang dan pahit getir membangun rumah tangga di awal-awal pernikahan. Alhamdulillah Ida dan suaminya memiliki usaha sendiri, yaitu, mengemas dan menjual oleh-oleh khas Bali. Yang berencana ke Bali dan males repot-repot cari oleh-oleh bisa kontak fb yang kumention di atas ya.
Sorenya kami ke Pantai Sanur. Pantainya, sih, tidak terlalu istimewa. Tapi mengisi waktu bersama teman, melihat anak-anak main bersama seperti sedang melihat masa depan. Bahwa anak-anak ini kelak akan dewasa dan mereka akan meniti jalan masing-masing yang mungkin berbeda. Tapi menjaga persahabatan, saling silaturahmi tidak pernah membuat rugi. Dengan berkunjung kita bisa saling belajar dan berbagi pengalaman. Dengan begitu kita bisa lebih bersyukur dan saling menyemangati. Ini juga mutiara yang selalu aku cari dari setiap perjalanan.
Terimakasih Ida yang sudah menjamu dengan sangat baik dan memberi banyak oleh-oleh (termasuk boneka hello kitty buat Lili). Semoga rezeki makin banyak dan berkah!
Hari Ketiga: Pantai Kuta
Salah satu ikon kota Bali ini sebenarnya tidak kumasukkan ke daftar tempat yang ingin kukunjungi. Mengapa? Pengalaman saat terakhir aku singgah ke pantai ini, suasananya terlalu ramai dan pemandangannya kurang eksotik. Tapi, kemarin, tanpa sengaja, kami malah menghabiskan seharian di sini.
Ceritanya, saat browsing tempat menarik untuk dikunjungi di sekitar Jimbaran, tanpa sengaja aku menemukan info soal BSTS (Bali Sea Turtle Society), semacam komunitas konservasi penyu. Mereka punya jadwal melepas tukik secara rutin yang biasanya diinformasikan melalui FB mereka. Ndilalah (apa ya bahasa Indonesianya 😀 ) kok, ya, jadwal terbaru mereka melepas tukik adalah tgl 23 Oktober atau sehari setelah aku tahu info soal BSTS ini.Lalu aku cari-cari info mengenai komunitas ini, apa yang mereka lakukan dan kapan jadwal pelepasan tukik lagi. Lha, kok, nggak ada info yang jelas. Si Sofie dah terlanjur kukabari soal komunitas ini, dan sebagai pecinta hewan, sudah kuduga kalau dia bersikukuh ingin ke sana. Aku coba telpon ke nomor hp yang tertera, tidak ada yang mengangkat. Aku juga kirim pesan, tidak dibalas. Ya udahlah tetap kujadwalkan ke sana, dengan asumsi meskipun mereka tidak ada jadwal melepas tukik, pastinya mereka punya kandang penyu atau minimal pusat informasi mengenai konservasi penyu yang sudah mereka lakukan.
Dengan semangat 45 kami menuju ke sana yang dalam proses perjalanan kembali terjadi ‘drama’. Hehe. Tas ranselnya Sofie ketinggalan di mobil grab yang kami naiki. Pas aku telpon si pengemudi, dia bersikeras sampai bersumpah kalau tidak ada barang yang tertinggal. Oke telpon kututup baik-baik lalu kuminta Sofie merunut kejadian pagi itu, dan dia tetap bersikukuh kalau tas dia ada di bagasi mobil grab. Aku pun kembali menelpon si pengemudi, kujelaskan pelan-pelan, dia baru sadar kalau yang aku cari itu tas ransel. Dia mengira aku mencari mobil mainannya Ihsan 😧 (siapa juga yang mencari mainan, kesel banget sebenarnya tapi ya kutahan-tahan, orang bukan dia yang salah)
Singkat kata, masalah ransel dah beres, aku baru tahu kalau si BSTS ini tempatnya di pinggir pantai Kuta. Dan tidak ada kantornya, cuma semacam halaman kecil dengan patung penyu raksasa, sebuah pos gardu dan bedeng-bedeng (bangunan semi permanen seperti yang biasa dipakai tukang bangunan). Bertanyalah aku ke seorang wanita di dalam pos gardu. Dia bilang hari ini tidak ada pelepasan tukik, nggak ada display tukik dan tidak ada apapun yang bisa dilihat. Kecewalah kami. Aku beri masukan ke petugas tersebut, setidaknya kasihlah informasi yang jelas di website atau FB mereka (katanya mereka punya IG juga tapi dari googling aku cuma diarahkan ke FB mereka), atau kalau ada orang yang tanya tolong direspon, biar nggak ada yang kecewa seperti yang kami alami.
(Sekitar 30 menit aku meninggalkan post BSTS itu pesan yang kukirim via wa ke non hp yang tertera di FB BSTS dibalas. Kuranglebih isinya mereka komunitas yang hanya menetaskan dan melepaskan tukik ke laut. Tidak ada display tukik dan mereka tidak punya jadwal tetap karena proses menetasnya tukik juga tidak pasti. Aku pun mengucap terimakasih atas info tersebut)
Gagal sudah rencana melihat penyu. Sebetulnya rencanaku hari ini, setelah ke BSTS, kami mau ke Pantai Melasti yang kabarnya mirip pantai Pandawa. Membandingkan pantai Pandawa dan Padang-padang yang aku kunjungi 2014 lalu dengan Kuta rasanya Kuta jadi kurang menarik. Dua pantai yang kusebut itu memiliki pemandangan yang lebih alami, air lautnya pun berwarna toska bening. Tapi melihat anak-anak yang sudah tidak sabar pingin main pasir dan air, ya sudahlah sepertinya aku mesti merelakan untuk tidak ke Pantai Melasti. Tapi sebelum memutuskan, aku ajak Sofie musyawarah dulu, kujelasan kalau sebenarnya Ibu pingin kita ke pantai lain tapi itu akan butuh waktu ke sana. Kata dia, “Kenapa kita nggak main di pantai ini aja?”
Aku jelaskan, kalau main di pantai ini dia mesti hati-hati karena ombaknya besar. Dan, karena Ihsan rewel karena ngantuk, Ibu nggak bisa menemani ke pantai, yang artinya dia harus tanggungjawab jaga adiknya.
“I can do that,” jawabnya.
Okelah, jadinya kami main di Kuta hampir seharian. Pantai Kuta ini agak berbeda dengan Pantai Sanur yang sehari sebelumnya kami juga kunjungi. Di Pantai Sanur lebih berpasir, sedangkan di Kuta, alas tempat anak-anak berenang dipenuhi pasir berbatu dan potongan karang. Efeknya apa? Baju renang anak-anak tidak dipenuhi pasir sebagaimana saat renang di Pantai Sanur. Hal sepele seperti ini menjadi penting buat ibu-ibu seperti aku 😊
Hampir 3 jam, dua bocah itu main pasir dan berenang. Satu setengah jam pertama Ihsan tidur, setengah jam terakhir baru dia bergabung main pasir dan mengumpulkan kerang. Menjelang jam 4 sore kami bersiap pulang. Melihat Lili ngantuk dan capek, kebetulan, kok, ya aplikasi grab lagi ngadat kuputuskan naik taxi ke hotel. Begitu taxi jalan aq tanya, kok argo nggak hidup, kata supirnya lagi rusak. Lha, terus gimana tau biayanya, kata supirnya ongkosnya Rp 270 ribu! What??? Tadi aja pas berangkat aq cuma bayar Rp 47 ribu masak pulangnya segitu mahal. Kata dia, jalannya muter dan macet. Aq tegas aja bilang kalau aku nggak mau bayar segitu dan memilih turun. Dia coba merayu dengan menurunkan harga mulai 250, 200, sampai terakhir 150. Aku bilang, aku cuma mau bayar maksimal 90ribu dan dia nggak mau. Aku bersikukuh turun dan dia kukasih 10ribu (karena kami sudah jalan sekitar 300m). Turun dari taxi, aq coba pake grab lagi dan alhamdulillah langsung dapat. Mau tahu berapa ongkosnya? 76 ribu rupiah!
Pengalaman berharga, ya. Alhamdulillah kami sampai di hotel dengan lancar dan selamat. Dan Lili tidur selama perjalanan ke hotel. Rupanya dia capek banget. Senang melihat anak-anak puas bermain meskipun kami tidak jadi mengunjungi Pantai Melasti. Semoga lain waktu bisa ke sana!