Idul Adha di Amerika

eid adha 1Dua hari lagi insyaAllah kita akan bertemu dengan Idul Adha 1440 H. Ini tahun pertama kami merayakan Idul Adha di Indonesia, setelah empat tahun terakhir kami selalu merayakannya di Norfolk, Virginia. Mungkin banyak di antara teman-teman di sini yang bertanya-tanya, seperti apa, sih, merayakan Idul Adha di Amerika Serikat? Apakah sama seperti di Indonesia, orang-orang bergotong royong menyembelih hewan Qurban di masjid, memotong-motong daging dan membagikannya?

Di Amerika Serikat, sebagaimana di negara-negara minoritas muslim lain, Idul Adha nyaris tak beda dengan hari-hari biasa. Anak-anak tetap masuk sekolah, orang-orang masuk kerja dan kantor-kantor buka seperti biasa. Tidak ada libur, takbir keliling, apalagi acara kumpul-kumpul, menyembelih dan memasak hewan kurban bersama.

Sehari sebelum hari raya, masjid di dekat tempat saya tinggal, yakni Islamic Centre of Tidewater biasa mengadakan potluck atau makan bersama saat buka puasa di hari Arafah. Disebut potluck karena para keluarga yang hadir menyumbang makanan untuk dimakan bersama-sama. Ada yang membawa nasi biryani, nasi ayam khas Timur Tengah, kadang ada juga yang memasak Couscous Maroko. Tidak hanya makanan ‘berat’ yang disajikan, namun juga kue-kue, buah, es krim bahkan kadang ada juga yang membawa roti tart!

Di kota Norfolk, Virginia, selain dua masjid kecil yang menyelenggarakan shalat Id dengan kapasitas yang terbatas, terdapat 2 penyelenggaraan shalat Idul Adha yang mampu menampung jamaah dalam jumlah besar. Dua penyelenggara tersebut biasa menyewa hall atau gedung olahraga di Virgina Beach atau Hampton Roads. Saya biasa mengikuti shalat Id di Hampton Roads yang berjarak kuranglebih 45 menit mengendarai mobil dari tempat saya tinggal. Panitia shalat Id yang merupakan gabungan beberapa komunitas muslim setempat menyewa gedung stadion dengan kapasitas kuranglebih 2000 orang. Biaya sewanya juga tak tanggung-tanggung, sekitar 4000 USD atau setara dengan 50 juta rupiah. Namun tak perlu khawatir karena biasanya uang donasi atau sedekah dari para jamaah melebihi jumlah tersebut.

Shalat Id dimulai pukul 9 pagi, takbir mulai dikumandangkan satu jam sebelumnya. Apakah ada takbir sebelum shalat Id? Ada, namun hanya bisa didengar di dalam masjid, malam sebelum shalat Id. Itu pun hanya takbir pendek, dikumandangkan oleh imam seusai shalat Isya.

Karena sekolah tidak libur, orangtua muslim perlu memintakan ijin untuk anak-anak mereka. Sisi positif dari masyarakat Amerika, mereka sangat menghormati kebebasan setiap orang memeluk dan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Jadi umumnya tak masalah siswa tak masuk sekolah untuk menjalankan ibadah shalat Idul Adha. Bahkan di kota New York, Idul Fitri dan Idul Adha sudah menjadi hari libur sekolah, semoga negara bagian yang lain segera mengikuti kebijakan ini.

Demikian juga bagi para pekerja kantoran. Mereka harus mengajukan ijin datang terlambat atau sekalian cuti kerja. Hari Idul Adha merupakan momen istimewa anggota keluarga berkumpul menjalankan ibadah bersama-sama. Juga saat langka dimana komunitas muslim dari berbagai penjuru kota bersua.

Sejak pukul tujuh, lokasi shalat Id sudah ramai dengan para jamaah. Semua hadir dengan pakaian terbaik. Ibu-ibu menggandeng anak-anak yang tampak ceria memakai baju baru dengan aksesoris gelang, bando dan ikat rambut warna warni. Umumnya jamaah memakai pakaian tradisional mereka. Pria Pakistan, Afganistan dan India memakai Shalwar Kameez berbentuk gamis selutut, sewarna dengan celana mereka. Laki-laki dari Timur Tengah memakai gamis Thobe warna hitam atau putih, dengan aksesoris penutup kepala (kofiyah) kombinasi merah dan putih. Tak sedikit pula yang memakai jas, hem biasa bahkan kaos (t-shirt) dipadu dengan jeans.

Para perempuan tampil ceria dengan busana warna-warni. Sebagian berhijab, banyak pula yang tidak. Ada yang memakai Shalwar Duppata khas Pakistan, abaya hitam Arab, baju sari, busana pesta, baju tradisional Afrika. Luar biasa beragam. Menggambarkan berbagai latarbelakang, suku, ras, dan bangsa. Semua hadir dengan niat menjalankan ibadah sebagaimana perintah Allah Swt.

Khutbah shalat Id disampaikan dalam 2 bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Usai shalat dan khutbah orang-orang berkumpul bersama kolega, teman-teman dan keluarga mereka. Biasanya panitia menyediakan cemilan berupa donat artisan box. Adakalanya tersedia pula kue-kue khas berbagai negara yang sengaja dibawa beberapa keluarga untuk berbagi sukacita.

Proses Penyembelihan Hewan Qurban

Lalu bagaimana penyembelihan hewan Qurban di sini? Bisakah masjid menyelenggarakan prosesi penyembelihan dan pembagian hewan Qurban seperti di Indonesia? Di Amerika, seperti juga di Eropa dan Australia memiliki kebijakan yang ketat mengenai penyembelihan hewan. Tak bisa sembarang orang menyembelih hewan ternak. Penyembelihan pun hanya bisa dilakukan di tempat yang memang sudah disediakan dan telah melalui uji kelayakan.

Masjid atau organisasi keislaman tak bisa menyelenggarakan prosesi penyembelihan hewan Qurban. Oleh karena itu umumnya muslim di Amerika berkurban melalui lembaga kemanusiaan lokal dan internasional seperti Islamic Circle of North America (ICNA) dan Islamic Relief. Masjid-masjid juga menerima pembayaran hewan Qurban lalu menyalurkannya ke lembaga-lembaga kemanusiaan internasional atau mengirimkannya ke negara-negara yang lebih membutuhkan seperti Palestina dan Syiria.

Lalu bagaimana jika ingin menyembelih hewan Qurban sendiri? Karena di beberapa negara seperti Maroko, Mesir dan Saudi Arabia, berkurban merupakan tradisi tiap keluarga. Hampir setiap rumah menyembelih kambing sendiri, lalu membagikan dan menikmati daging tersebut bersama keluarga, teman dan kerabat. Bisa dibayangkan alangkah hampanya menjalani Idul Adha tanpa menyembelih hewan Qurban.

Rupanya ada cara untuk menyembelih Qurban ‘sendiri’ di Amerika. Caranya, beberapa minggu sebelum Idul Adha, orang yang hendak berkurban (Shahibul Qurban) bepergian ke wilayah pertanian di pinggiran kota. Biasanya para petani di Amerika sekaligus peternak yang memelihara kuda, sapi, biri-biri, babi, bebek, dan ayam. Sesampainya di sana, mereka melakukan transaksi pembelian sapi, kambing atau biri-biri dengan perjanjian akan kembali ke sana pada hari tertentu antara 10 hingga 13 Dzulhijah. Harga hewan Qurban tahun ini kurang lebih 300-500 USD (Rp 3,5 juta- Rp 6 juta) untuk kambing/biri-biri dan 900-1500 USD (Rp 10 juta-Rp 17 juta) untuk sapi.

Pada hari yang sudah disepakati mereka kembali ke peternakan tersebut. Lalu si petani akan mempersiapkan prosesi penyembelihan. Shabibul Qurban menyembelih sendiri hewan Qurban yang dipilihnya. Namun prosesi menguliti, membersihkan dan memotong-motong dilakukan oleh si peternak. 

Di beberapa kota besar seperti Washington DC dan Maryland yang memiliki komunitas muslim cukup besar, tersedia pertanian dan peternakan yang dikelola oleh keluarga muslim. Proses Qurban di tempat tersebut lebih mudah, Shahibul Qurban tinggal datang dan memilih hewan Qurban, lalu peternakan akan melakukan proses selanjutnya. Mulai dari menyembelih, menguliti, memotong dan membersihkan hewan Qurban. Proses penyembelihan pun dilakukan secara modern, tak lagi menggunakan parang atau golok namun menggunakan gergaji mesin. Demikian juga untuk memotong daging, mereka menggunakan mesin canggih. Dalam waktu singkat, daging Qurban pun siap dibawa pulang.

Piknik di Peternakan

Tahun lalu, kami berkurban di salah satu peternakan di North Carolina. Hari itu, usai shalat Id Adha kami sekeluarga menuju kawasan peternakan. Kurang lebih sejam berkendara, kami pun sampai di lokasi. Sudah banyak keluarga yang menunggu giliran menyembelih hewan kurban. Sambil menunggu giliran, sebagian keluarga piknik dengan menggelar alas duduk, sambil menyantap makanan ringan dan meminum teh dan minuman segar lainnya.

Meskipun kami berada di peternakan, tak ada bau menyengat. Mungkin karena binatang-binatang yang dipelihara di peternakan ini, seperti kuda, sapi, kambing dan domba tidak dikurung namun dibiarkan bebas berkeliaran dalam sebuah ‘kandang’ besar seperti kebun binatang. Di sekeliling kami terlihat rumah petani, gudang yang dicat merah, dan silo atau bangunan seperti tabung tempat petani menyimpan hasil pertanian. Hewan-hewan yang lebih kecil seperti ayam, kalkun, kelinci, dan babi di tempatkan dalam kandang-kandang berukuran lebih kecil namun mereka masih bebas berkeliaran. Anak-anak bisa melihat dan memberi makan hewan-hewan tersebut.

Tak jauh dari lokasi peternakan terdapat pasar tradisional yang menjual kentang, jagung, labu, zuccini, wortel, brokoli, timun, tomat, semangka dan berbagai hasil pertanian lain. Terkadang mereka juga menjual madu, roti, kue pie dan es krim rumahan. Harganya memang sedikit lebih mahal dari barang sejenis yang biasa dijual di supermarket, namun rasanya jauh lebih nikmat. Rasa sayuran dan buahnya lebih enak, makanan yang dijual lebih sehat dan alami. Tak heran jika para pengunjung tak melewatkan kesempatan untuk berbelanja di pasar yang hanya buka selama musim semi, musim panas dan pertengahan musim gugur ini.

Perayaan Idul Adha di Amerika memang tak semeriah lebaran kurban di Indonesia, namun, tak kalah menyenangkan, bukan?

***

Sebagian isi tulisan sudah dimuat di sini 

Cerita Idul Adha 2017 huga bisa dibaca di sini

 

 

 

Opick

Tulisan ini telah dimuat di majalah Colours Middle East edisi Dec-Jan 2017

Screenshot 2018-08-16 at 11.41.42 AM

Raih Berkah Hidup, Muliakan Anak Yatim

Tak ingin lalai dengan besarnya nikmat yang diberikan Allah, Opick mengasuh puluhan anak yatim dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.

Teks: Aini Firdaus

Berpakaian serba hitam dengan surban putih, lelaki yang memiliki nama panjang Aunur Rofiq Lilfirdaus ini tampak menjiwai lagu terbarunya, Sang Maha Cahaya. Dengan iringan musik yang mengalun lembut, Opick melantunkan syair berisi pujian, rasa syukur dan penyerahan diri pada Sang Maha Sempurna. Siapa saja yang mendengar lantunan lagu tersebut pasti akan terpekur, tunduk pada kesadaran akan kekuasaan Allah yang Maha Pencipta.

Kemampuan Opick membawakan lagu Islami dengan penuh penghayatan menjadi salah satu daya tarik penyanyi kelahiran Jember tahun 1974 ini. Perjalanan panjang sebagai penyanyi rock, tujuh album yang tidak mampu menembus pasar musik Indonesia menjadi latar belakang yang tak pernah disesalinya. Karena dari pengalaman tersebut, penyanyi yang terkenal dengan lagu Tombo Ati ini berkaca dan menempa diri. Dari jejak masa lalunya pula, dia mendapat inspirasi tema-tema lagunya yang berupa kesadaran diri, taubat, kerinduan pada Allah dan Rasul serta masih banyak lagi.

Mengaku terus berproses menjadi manusia yang lebih baik, Opick berharap lagu-lagunya menjadi pengingat, terutama bagi dirinya sendiri. Bahwa dunia ini sementara, akhirat adalah tempat akhir perjalanan manusia. Melalui 12 album karyanya, ayah 5 putri ini senantiasa berpesan bahwa selalu ada jalan bagi siapa saja untuk kembali pada Allah, kendati langkah sudah tersesat jauh.

Selain sibuk memenuhi undangan menyanyi, beberapa tahun terakhir, Opick dan beberapa penembang religi lain terlibat dalam konser amal bagi negara-negara muslim yang tengah bergolak, seperti Palestina dan Suriah. Digandeng oleh sebuah lembaga kemanusiaan, penyuka warna hitam dan putih ini menggelar konser di beberapa kota di Indonesia dan luar negeri, seperti Malaysia, Hongkong, Korea, Mesir dan Qatar. Sambutan masyarakat cukup bagus, terbukti dengan banyaknya penonton yang hadir dan turut menyumbang dana dalam konser amal tersebut.

 

Gapai Barokah dengan Satuni Anak Yatim

Kesuksesan di jalur musik membuat Opick ingin mengejawantahkan syukur pada Allah. Salah satu bentuknya dengan bersedekah. Namun dia kesulitan untuk konsisten berderma.

“Seorang ulama mengatakan pada saya, untuk istiqomah bersedekah, saya harus membawa anak yatim ke rumah. Karena kalau tinggal bersama, entah dalam kondisi lapang atau sempit ,mereka sudah menjadi tanggungjawab saya,” ujar suami Dian Rositaningrum ini.

Sungguh-sungguh ingin menerapkan nasehat tersebut, Opick membangun kamar-kamar di rumahnya dan mengajak satu dua anak yatim tinggal bersamanya. Tak sekadar menjadikan anak yatim tersebut sebagai anak asuh, Opick dan istrinya memperlakukan mereka seperti anak kandung.

“Di rumah ada sekitar 25 anak yatim dan dhuafa laki-laki, berasal dari Jember, Lumajang, kampung sebelah dan tetangga sekitar. Kebanyakan diserahkan langsung oleh orangtua mereka untuk diajar ngaji dan menghafal Al Quran. Bahkan ada orangtua yang ingin menyerahkan anak berkebutuhan khusus (ABK) pada saya, namun saya tolak karena menurut saya anak-anak ABK tersebut masih sangat membutuhkan perhatian dan penanganan orangtua mereka secara langsung,” papar putra Abdul Ghoful dan Lilik Sholehah ini.

Bagi anak-anak tersebut Opick menyediakan guru-guru yang setiap hari datang mengajar. Ada guru Al Qur’an dan ilmu keislaman lain serta guru silat dan komputer. Untuk pelajaran umum anak-anak tersebut mengikuti program “Kejar Paket” A, B dan C. Sebagian dari mereka telah hafal Al Qur’an 30 juz.  

Tinggal bersama puluhan anak di rumah, tentu bukan hal yang mudah terutama mengalokasikan waktu dan perhatian dengan kualitas yang sama pada setiap anak. Terkadang putri kandungnya merajuk juga karena merasa harus berbagi orangtua mereka dengan anak-anak yang lain. Namun Opick menyikapinya dengan santai dan sabar. Dia selalu menekankan pada anak-anaknya bahwa semua yang mereka miliki berasal dari Allah, dengan berbagi Allah akan menambah karunia-Nya.

“Semenjak ada anak-anak yatim tersebut yang saya rasakan hidup jadi lebih berkah. Jika banyak orang mengira saya menolong anak-anak yatim tersebut namun yang sebenarnya terjadi justru  merekalah yang menolong saya. Dengan adanya mereka, banyak pertolongan datang dari arah yang tak disangka-sangka,” paparnya.

Tak ingin mencukupkan diri dengan mengasuh anak yatim-dhuafa di rumah, Opick bercita-cita membangun pesantren. Dia memimpikan lahan luas yang akan menjadi tempat anak-anak asuhnya menghafal Quran, belajar ilmu Islam serta keterampilan hidup, seperti beternak, bertani, berkebun. Sehingga mereka tumbuh menjadi sosok-sosok berakhlak mulia, memakmurkan masjid dan bermanfaat bagi lingkungan. Semoga!

IMAAM Centre: Masjid Indonesia di Maryland

Tulisan ini sudah dimuat di: http://imsis.us/index.php/news/113-masjid-imaam

Suatu hari di musim semi, kami sekeluarga mengunjungi masjid IMAAM Centre di Georgia Ave, Silver Spring, Maryland. Hari itu langit cerah, matahari bersinar terang. Tak lama berkendara, GPS mengatakan kami telah sampai di lokasi. Saya tengok kanan dan kiri jalan, namun bangunan IMAAM tidak telihat.

Suami pun mencari jalan memutar, saya pun menajamkan penglihatan. Kali ini, kami tak melewatkan bangunan dengan beranda yang memiliki 4 pilar putih dan dinding berwarna merah bata itu. Tulisan “IMAAM Centre” yang tercetak di sebuah batu porselen di sebuah taman kecil mempertegas keberadaan bangunan kebanggaan muslim Indonesia di Maryland.

Tak mirip masjid, gedung IMAAM Centre lebih mirip bangunan bersejarah. Dibangun pada 1955, gedung ini dahulunya Gereja First Church of Christ Scientist. Kosongnya gereja karena menurunnya minat jemaah untuk beribadah membuat pengurus memutuskan menjual bangunan tersebut. Beruntung, saat itu IMAAM juga tengah mencari tempat untuk mendirikan masjid. Atas bantuan dari pemerintah Republik Indonesia yang saat itu dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, beserta swadaya masyarakat muslim Maryland, bangunan gereja tersebut dibeli lalu direnovasi menjadi masjid.

Masjid IMAAM terdiri dari dua lantai. Lantai atas merupakan ruang shalat utama, sementara lantai bawah terdiri dari ruang serba guna, dapur, kelas, kamar mandi, dan tempat wudhu. Tempat shalat laki-laki dan perempuan menjadi satu, dipisahkan dengan sebuah pembatas kayu pendek. Karpetnya berwarna biru, terdapat kaligrafi bertuliskan “Allah” dan “Muhammad” di dinding atas mimbar. Di depan ruang shalat, terdapat bedug pemberian KBRI Washington DC.

Banyak sekali aktivitas yang digelar di masjid ini. Mulai dari Belajar Baca Tulis Quran (BBQ), tilawah (One Day One Juz/ODOJ), sister halaqa, pengajian Embun Pagi, interfaith dialogue, pengajian iMuslimah, Piknik Keluarga iMuslimah, dan masih banyak lagi. Setiap event penting seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, masjid menggelar kegiatan-kegiatan khusus. Demikian juga saat summer dan thanksgiving. Kegiatannya pun menjangkau semua usia, mulai anak-anak, remaja dan dewasa. Menariknya lagi, di banyak kegiatan secara gotong royong disediakan berbagai jamuan khas Indonesia yang tidak hanya lezat namun juga halal dan thayyib.

Setiap pekan, diadakan Sunday School (madrasah) yang kini muridnya mencapai 180 anak. Enam puluh persen siswa madrasah adalah anak Indonesia, sisanya berasal dari berbagai bangsa. Karena jumlah siswa yang terus meningkat, IMAAM menyewa gedung untuk penyelenggaraan sekolah. Saat ini madrasah bertempat di Silver Spring International Middle School yang lokasinya tidak jauh dari masjid IMAAM.

Selain menjadi tempat melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jum’at, masjid IMAAM juga melayani prosesi nikah, aqiqah dan pengurusan jenazah. Tak jarang para mualaf memilih masjid ini untuk bersyahadah. Zakat, konseling, kunjungan jemaah yang tengah diuji dengan sakit, menjadi serangkaian layanan yang juga disediakan oleh IMAAM Center.

im5im4im1im2im7im3im6

 

Belanja Sambil Beramal

(Tulisan ini aku buat tahun 2008, saat masih tinggal di Palu, Sulawesi Tengah. Lalu aku kirim ke Majalah Ummi dan dimuat pada tahun yang sama tapi lupa bulannya.  Tidak disangka setahun kemudian aku kerja di majalah Ummi..Hehe)
——-

Kalau ada yang nawarin barang, barangnya sama, satunya seharga 1000, satunya seharga 1500. pilih mana?”Sebagai seorang wanita, apalagi ibu rumah tangga, hampir pasti kita akan pilih barang harganya lebih murah.

Apakah ada yang salah dengan pilihan itu? Sebenarnya sih tidak. Sejak di bangku sekolah, kita sudah dikenalkan dengan definisi ilmu ekonomi yaitu sebuah kegiatan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sesedikit-dikitnya. Definisi itu diterima, mengendap dan tanpa sadar telah memasuki relung pemikiran terdalam manusia ‘modern’ -khususnya perempuan’ sehingga melahirkan sikap dan perilaku. Menjadi wajar, jika kita begitu teliti membandingkan harga barang yang ingin kita beli, dan rela berpindah toko jika kita melihat toko tersebut menawarkan harga lebih murah.

Namun, coba kita renungkan, uang yang kita keluarkan tadi, akhirnya masuk ke kantong siapa sih? Atau siapa yang sebenarnya mendapat keuntungan dari produk yang kita beli? Jika kita membeli barang di mall/swalayan, yang mendapat keuntungan adalah, pertama, tentu saja si pabrik yang memproduksi barang itu. Kedua, swalayan atau pemilik mall. Bukankah buruh pabrik dan penjaga swalayan juga mendapat keuntungan? Memang iya, namun jika dibandingkan pasti prosentase keuntungan mereka sangat kecil dibanding yang pertama dan kedua.

Artinya, kalau selama ini kita sering memilih berbelanja di swalayan atau toko-toko besar, berarti kita memberikan keuntungan yang besar kepada mereka. Bahkan mungkin kita-lah yang membuat semakin banyak bermunculan mall bahkan megamall yang seringkali mengancam kehidupan pasar tradisional.

Sebaliknya, jika kita memilih membeli barang di warung milik tetangga kita atau beli di pasar tradisional, siapa yang mendapat keuntungan? Yang pertama, tentunya masih sama, yaitu si produsen barang, baru yang kedua, adalah si pemilik warung/kios/toko. Artinya pilihan ini akan memberi keuntungan pada tetangga dan saudara kita dan itu berarti kita juga yang mendukung mereka untuk tetap bekerja. Ini jugaberarti membantu mereka memenuhi kebutuhan rumah tangga dan membuat dapur mereka tetap mengepul. Walaupun seringkali sedikit lebih mahal seratus dua ratus rupiah, saya pikir tak ada salahnya kita lakukan. Toh, kita tau persis bahwa ‘kelebihan’ uang yang kita bayar itu akan mereka pakai untuk membayar uang sekolah atau biaya hidup lainnya. Apalagi kalau mereka termasuk orang-orang yang mengalami kesulitan finansial, juga kalau mereka sesama muslim. Ini adalah juga termasuk kebaikan dan Insya Allahakan berbuah pahala dari Allah swt.

Ini mungkin hal yang sederhana, namun jika kita lakukan secara konsisten akan memberi efek ekonomi yang luar biasa. Pilihan kita akan produk lokal, juga berbelanja para distributor lokal, akan menumbuhsuburkan sendi-sendi ekonomi nasional yang saat ini mulai melemah. Dalam jangka panjang, tidakmustahil kita akan hadir sebagai bangsa yangmandiri yang tidak tergantung sepenuhnya pada perubahan ekonomi di negara lain, khususnya Amerika. Dan perubahan besar itu, berawal dari pilihan bijak kita, para perempuan atau ibu rumah tangga dalam berbelanja.