
Setelah 19 hari berpisah karena corona, alhamdulillah kami sekeluarga bisa berkumpul lagi di rumah. Kira-kira 16 hari yang lalu, suami saya, mas Muhammad Sigit Andhi Rahman positif covid 19 saat sedang tugas kerja ke Pekanbaru. Rencana dinas luar kota 4 hari akhirnya molor sampai 19 hari.
Selama di Pekanbaru mas Sigit sempat dirawat di RS kurang lebih 5 hari. Sempat pusing berat, diare, mual, saturasi turun hingga 92, alhamdulillah dengan bantuan tabung oksigen, saturasi normal lagi ke angka 98. Sempat juga isoman di LPMP Riau serta hampir seminggu di hotel.
Yang bikin nelangsa, sudah sempat negatif PCR pada hari ke-9 jadi kami semua bergembira menunggu ayah pulang. Anak2 dengan bersemangat membuat dekorasi seperti foto di atas. Namun apa yang terjadi? Empat puluh delapan jam kemudian hasil PCR positif lagi! Tiket pesawat terpaksa dibatalkan. Segera PCR lagi karena berharap hasil yang positif tidak akurat, namun ternyata, hasil PCR kembali positif. Tiket kedua dibatalkan lagi, dan mas Sigit mesti lanjut karantina. Kami mesti bersabar untuk bisa berkumpul kembali.
Tentu kecewa sekali mendengar hasil PCR yang sebelumnya negatif, kembali positif. Setelah membaca referensi, ternyata kasus seperti ini sering terjadi. Tes PCR memang sangat sensitif untuk mendeteksi materi genetik virus covid 19, bahkan ‘bangkai’ virus yang sidah tidak aktif turut terdeteksi. Ini pula yang menjadi alasan perubahan standar penentuan pasien bebas covid 19, yang sebelumnya mesti memiliki PCR negatif, sekarang tidak perlu PCR lagi. Cukup melewati masa isolasi 10 hari, dengan tambahan 1-3 hari tanpa perlu tes PCR lagi (kecuali pasien dengan gejala berat).
Meskipun kecewa, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu dengan sabar. Selama seminggu kami memupuk harapan. Mas Sigit berusaha mempertahankan kondisi agar makin sehat dengan makan bergizi, istirahat cukup, olahraga, kami pun di sini tak henti berdoa. Kami sempat mempertimbangkan berbagai kemungkinan apabila hasil PCR positif lagi. Jelas tidak bisa naik pesawat karena selama PPKM, calon penumpang wajib melampirkan PCR negatif (serta sertifikat vaksin). Sementara kalau mau menunggu untuk tes, mau berapa hari lagi. Tes PCR juga tidak murah, meskipun biaya ditanggung kantor, tentu tidak bisa tiap 2 atau 3 hari tes PCR. Kalau menunggu selesai PPKM masih 10 hari an lagi yang rasanya lama banget.
Mas Sigit sempat memikirkan alternatif naik bus, tapi perjalanan Pekanbaru-Jakarta membutuhkan waktu 36 jam! Hampir 2 malam. Perjalanan darat hanya membutuhkan antigen negatif, sempat ada pertimbangan untuk tes antigen, siapa tahu hasilnya negatif. Tapi perjalanan darat sebegitu lama, dengan kemungkinan berinteraksi dg orang-orang di masa PPKM ini, rasanya bukan pilihan yang baik.
Sebagai catatan, sebetulnya kondisi mas Sigit kala itu sudah dinyatakan sehat. Pada hari pengambilan tes PCR jg sdh hari ke-16, jadi seharusnya memang sudah sehat dan tidak menularkan lagi. Karenanya kami mempertimbangkan perjalanan darat yang akhirnya juga tidak akan diambil karena berat dan kemungkinan terpapar covid lagi malah lebih besar.
Tibalah hari Sabtu, 10 Juli, jadwal tes PCR penentu. Ini mungkin biasa bagi orang lain, tapi buat kami ini penting sekali untuk menentukan kami bisa segera berkumpul lagi atau tidak. Sehari sebelumnya saya minta doa-doa terbaik dari teman dan keluarga. Malamnya saya juga sempat tidak bisa tidur, mungkin secara psikologis saya khawatir jika hasilnya tidak sesuai harapan kami. Alhamdulillah, Allah kabulkan doa-doa kami, teman dan keluarga. Hasil PCR mas Sigit negatif yang artinya bisa naik pesawat dan kembali berkumpul bersama keluarga. Kemarin, dekorasi ini kami perbaiki lagi. Balon-balonnya sudah pada meletus dan hanya menyisakan tiga.
“Welcome Home, Daddy!”
Alhamdulillah Allah masih beri kesempatan bertemu dan berkumpul kembali. Teriring doa untuk teman-teman dan keluarga yang sedang diberi ujian sakit, khususnya covid 19, semoga Allah berikan kekuatan, kesabaran, dan kesembuhan. Aamiin.